Puisi “Malam Sabtu” karya Taufik Ismail adalah puisi yang ditulis pada tahun 1966, di tengah-tengah situasi politik yang sedang memanas di Indonesia. Puisi ini berisi tentang kegelisahan penyair terhadap kondisi bangsa yang sedang dilanda konflik.
Secara umum, puisi ini dapat didefinisikan sebagai puisi yang bertema perjuangan dan perlawanan. Puisi ini juga memiliki nada yang menggugah, semangat, dan mengajak pembaca untuk ikut berjuang.
Berikut adalah unsur-unsur intrinsik puisi “Malam Sabtu” :
- Tema: Perjuangan dan perlawanan
- Nada: Menggugah, semangat, dan mengajak pembaca untuk ikut berjuang
- Amanat: Jangan pernah menyerah dalam memperjuangkan kebenaran
- Tema: Perjuangan dan perlawanan
Puisi ini dibuka dengan pernyataan “Tidak. Tidak bisa.” yang menunjukkan kegelisahan penyair terhadap kondisi bangsa yang sedang dilanda konflik. Penyair kemudian mengungkapkan bahwa tujuh orang telah gugur dalam perjuangan. Hal ini menunjukkan bahwa perjuangan untuk meraih kemerdekaan dan keadilan tidaklah mudah.
Dalam bait berikutnya, penyair mengungkapkan bahwa rakyat sedang resah dan menanti. Rakyat telah lama menderita dan menunggu perubahan. Penyair kemudian mengajak pembaca untuk mendengarkan suara doa rakyat yang sedang berdoa untuk perubahan.
Puisi ini ditutup dengan pernyataan “Dengar. Dengarlah hati-hati.” yang merupakan ajakan kepada pembaca untuk mendengarkan suara rakyat dan ikut berjuang untuk perubahan.
Berikut adalah unsur-unsur ekstrinsik puisi “Malam Sabtu” karya Taufik Ismail:
- Latar belakang sejarah: Puisi ini ditulis pada tahun 1966, di tengah-tengah situasi politik yang sedang memanas di Indonesia. Pada saat itu, Indonesia sedang mengalami konflik politik antara pemerintah Orde Lama dan kelompok-kelompok oposisi.
- Biografi penyair: Taufik Ismail adalah seorang penyair yang dikenal sebagai penyair Angkatan 66. Ia dikenal sebagai penyair yang kerap menyuarakan kritik sosial dan politik.
Puisi “Malam Sabtu” karya Taufik Ismail merupakan salah satu puisi karya Taufik Ismail yang paling terkenal. Puisi ini menjadi salah satu simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan kesewenang-wenangan.
Puisi Malam Sabtu
Berjagalah terus
Segala kemungkinan bisa terjadi
Malam ini
Maukah kita dikutuk anak-cucu
Menjelang akhir abad ini
Karena kita kini berserah diri?
Tidak. Tidak bisa.
Tujuh korban telah jatuh. Dibunuh
Ada pula mayat adik-adik kita yang dicuri
Dipaksa untuk tidak dimakamkan semestinya
Apakah kita hanya akan bernafas panjang
Dan seperti biasa: sabar mengurut dada?
Tidak. Tidak bisa.
Dengarkan. Dengarkanlah di luar itu
Suara doa berjuta-juta
Rakyat yang resah dan menanti
Mereka telah menanti lama sekali
Menderita dalam nyeri
Mereka sedang berdoa malam ini
Dengar. Dengarlah hati-hati.
1966
Sumber: Tirani dan Benteng (1993)